Saat ini saya adalah seorang seniman sekaligus salah satu pengurus inti sebuah kolektif yang cukup besar yang berdomisili di Jakarta. Studio saya pun terdapat dalam lingkup kolektif ini. Sehingga sehari-hari saya bekerja, berkarya dan belajar di tempat dan lingkungan yang sama dan cukup membuat mindset saya tertutup karena segala fasilitas yang saya butuhkan dalam pengembangan karir saya sebagian besar tersedia disini.
Hal ini yang membuat saya tertarik untuk ikut submit penyeleksian peserta Peretas Berkumpul 01. Saat itu ekspetasi dan harapan saya adalah agar lebih dapat membuka pikiran dan melihat secara luas dengan perspektif lain. Terutama peserta Peretas adalah perempuan semua yang menurut saya menjadi sebuah tantangan tersendiri, karena justru saya sama sekali tidak pernah berkumpul atau bahkan berkolektif dengan sesama perempuan. Lingkungan keluarga dan kerja saya (termasuk kolektif) sampai saat ini cukup fair dalam memposisikan gender dalam keseharian kami. Effort dan kesempatan yang kami dapatkan sama dan seimbang, walaupun jika diukur secara personal ada sedikit ketidaksengajaan diskriminasi namun hal itu dapat didiskusikan secara fair.
Dalam membuat karya pun saya memang selalu mengusung tema perempuan. Namun saya sadar bahwa isu yang saya ambil kadang terlalu jauh dan suka mengada-ngada sehingga saya selalu mempertanyakan sendiri, sebenarnya isu perempuan apa yang ingin saya bawa dalam karya saya ini? Saya sangat sulit meraba isu yang terdekat yang terjadi di sekitar saya karena mungkin zona saya terlalu nyaman sehingga sensibilitas keperempuanan saya tidak terasah.
Maka saya senang dan bahagia saat dihubungi tim Peretas bahwa saya lolos seleksi.
Hari pertama di Dodoha POSO, saya cukup takjub dengan antusiasme dan semangat 49 peserta lain. Kami berasal dari berbagai daerah yang tersebar di Indonesia, dan itu cukup membuat saya bersemangat. Pada sesi perkenalan, saya kembali dibuat terperangah dengan visi dan misi yang teman-teman bawa dari daerah masing-masing. Dan saya menarik kesimpulan untuk pertama kalinya bahwa; teman-teman saya yang berasal dari daerah yang cukup minim fasilitas, justru memiliki permasalahan (dalam hal ini isu perempuan) yang cukup pelik pada lingkungan mereka dan hal tersebutlah yang membawa mereka datang ke sini. Bahwa mereka datang dengan tekad yang sama, yaitu untuk menyatukan kekuatan dan mengurai benang merah yang selama ini membelit kami –perempuan- dengan atau tidak disadari.
Acara inti kami adalah sesi sharing dan workshop selama 5 hari. Saya mendapatkan banyak pengalaman dan pengetahuan dari sini. Tak hanya sharing sesama peserta namun terdapat pula mentor lain seperti kak Lian Gogali sebagai pendiri sekolah perempuan Mosintuwu (sekaligus host kami) serta ibu-ibu penyintas konflik Poso yang membuat saya akhirnya paham mengapa kami berkumpul jauh-jauh ke Poso. Melalui beliau-beliau saya mendapat informasi penting dan inspirasi tentang kekuatan perempuan yang sesungguhnya. Namun yang sesungguhnya menjadi refleksi untuk saya pribadi justru saya dapatkan saat berdiskusi secara personal diluar sesi inti tentang permasalahan yang kami hadapi di lingkungan masing-masing. Saya mengakui bahwa selama ini saya menutup mata dan pikiran, merasa bahwa membicarakan atau mempermasalahkan perempuan melulu tidak akan membuat saya berkembang. Ternyata saya salah besar, saya memang berada di zona nyaman, tapi bukan berarti saya berdiam diri dan tidak perlu berbuat apa-apa untuk teman-teman saya yang membutuhkan kekuatan untuk melawan diskriminasi dan intimidasi yang mereka terima dilingkungan mereka sendiri. Ini bukan lagi tentang permasalahan pribadi atau individu, tapi ini menjadi permasalahan masif saya sebagai perempuan. Setidaknya jika lingkungan saya supportif dan nyaman, saya bisa menjadi supporter berbagi kekuatan dan membantu teman-teman saya diluar sana yang tidak seberuntung saya, atau sebaliknya.
Hal ini membuat saya tetap keep in touch dengan teman-teman Peretas lain agar kami selalu bersatu, saling mendukung dan bahu membahu membangun kekuatan kami. Saya sangat sangat berharap Peretas tidak berhenti sampai disini. Saya sangat berharap akan terus ada keberlanjutan dari persaudarian kami yang erat ini. Saya tidak ingin kehilangan teman-teman saya, saya ingin terus terhubung dengan mereka. Saya ingin terus berbagi kekuatan dengan perempuan-perempuan hebat yang telah membuka pikiran saya ini. Masih banyak yang harus saya pelajari, dan teman-teman Peretas adalah sumber inspirasi dan pengetahuan yang saya punya.
Ohaiyo, PAKAROSO!
Terima kasih.
Peluk hangat,
Jayu Juli