Info peretas aku dapat dari seorang kawan, melihat program luar biasa dengan ide yang disampaikan aku kemudian tertarik untuk ikut bergabung. Ada visi dan kegelisahan yang aku dapatkan selaras dengan ide yang diusung oleh peretas, sehingga aku sangat bersyukur sekali saat dinyatakan mendapat kesempatan untuk ikut bersama dalam program ini.
Perjalanan Panjang dan melelahkan, akan tetapi tuntas terbayar setelah bertemu dengan perempuan-perempuan hebat lain dari seluruh penjuru Negeri. Kami berkumpul, berbagi dan menyatukan energi positif bersama-sama dalam satu tempat. Seolah tak pernah habis inspirasi dan energi positif itu.
Lima puluh perempuan berkumpul dengan merangkul laporan, opini yang berkisar tentang citra, karya, kehidupan perempuan Indonesia dalam realitas sehari-hari baik itu dalam film atau sastra, perempuan sebagai seniwati, usahawati, wartawati, dan pakar Pendidikan, perempuan dalam sektor formal dan informal, perempuan sebagai indifidu atau pendekar komunitas, aktivis gerakan feminisi, aktivis golongan aktivis agama, perempuan dengan kesehatan mental, penyintas dan perempuan yang mendapat diskriminasi dalam berbagai sector, baik dalam karya, maupun dalam relasi sosial masyarakat. Perkumpulan luar biasa ini melibatkan seluruh perempuan, sebagai keterwakilan dari perempuan yang cengeng, yang tegar, yang cerewet, yang judes, yang cerdas, bijak, pemalu, penakut, perempuan dengan kisah patah hati berderet-deret, atau perempuan yang memiliki orientasi pada sesame jenis, bahkan yang sama sekali tidak pernah terlibat dalam aktifitas apa pun sebelumnya juga turut ambil bagian. Mungkin ada yang terlewat, pelacur, perempuan dengan orientasi keagamaan ekstrim, perempuan bersenjata dengan kondisi psikologis yang tentu berbeda dari perempuan pada umumnya.
Akan tetapi aku berhutang terima kasih yang sangat banyak pada penyelenggara yang sudah mengumpulkan perempuan hebat di satu tempat, sehingga berbagai pengetahuan bisa didapat dalam satu kesempatan tanpa perlu berpayah-payah datang satu-persatu ke tempat mereka. Berbagai macam budaya silang menyilang seperti informasi yang luar biasa banyak didapat di tempat ini.
Kegelisahan, isu dan ide-ide yang sama membersamai kami selama acara ini berlangsung. Gerakan perempuan yang terus berkembang, dengan isu-isu yang juga sangat komplek tapi memiliki ide besar yang sama, ketimpangan jender dalam berbagai sector, baik itu sector domestik, maupun non-domestik. Permasalahan tersebut rupanya tidak juga menemukan titik temu sejak berpuluh-pulluh tahun lamanya, yang sayangnya tidak menemukan pemecahan hanya dengan semata-mata pemberian akses pada perempuan melalui proyek perempuan, ada banyak PR yang bukan hanya menjadi masalah bersama tapi lebih pada masalah pada diri perempuan itu sendiri, dengan pemecahannya lewat pribadi masing-masing. Untuk itulah ide adanya Peretas aku rasa adalah ide luar biasa yang pernah ada. perempuan kemudian mendapat ruang nyaman untuk berbagi, bercerita dan mengeluarkan segala hal yang mungkin selama ini dipendam dan dikukung lama.
Relasi Laki-laki dalam Diskriminasi Perempuan.
Beberapa sektor, bahkan yang juga sifatnya aktifis dan mengatas namakan komunitas perempuan pun, masih ditemukan relasi kuasa laki-laki dalam karya-karya besar perempuan. Sebut saja dalam dunia literasi, tidak jarang karya perempuan yang hebat masih diembel-embeli dengan dia dekat dengan lelaki A yang jauh lebih senior, sehingga membuat karyanya “bagus”, hal ini tentu sangat disayangkan muncul isu semacam tersebut dari golongan melek literasi yang tentunya membaca buku lebih banyak dari yang lain. Atau misalkan dalam dunia perbukuan, masih sedikit perempuan yang terlibat aktif dalam sebuah kegiatan penerbitan, semisal dalam hal pengambil keputusan vital perusahaan. Sejauh ini keterlibatan perempuan hanya di tingkat editor, redaktur atau “bawahan”. Perempuan pemegang kekuasaan masih bisa dihitung jari, dan lagi-lagi kalau pun ada, itu karena dia istri, atau “kekasih” pemilik perusahaan. Masalah ini mungkin bisa dijumpai di banyak sektor lainnya.
Dalam perempuan perupa pun, masih timbul hal serupa, lukisan atau karya perempuan dianggap bagus karena ada campur tangan laki-laki yang turut ambil andil dalam karyanya tersebut, seni film, teater dan kegiatan komunitas masih juga mendomestikkan perempuan, dengan menempatkan perempuan pada urusan-urusan domestic dalam kegiatan atau acara komunitas.
Hal lain yang tampak mencolok adalah, peran perempuan yang seolah “meredup” setelah pernikahan. Beberapa bahkan berhenti berkarya atau tidak lagi ikut dalam kegiatan-kegiatan perempuan lagi. Atau pun ada perempuan yang masih aktif dalam berbagai kegiatan, tapi dengan konsekuensi mengorbankan keluarga, semisal perempuan yang telah bercerai atau perempuan yang memiliki masalah dalam keluarganya. Karya-karya perempuan pasca pernikahan kemudian menjadi “gunjingan” sebagai sebuah karya “tumbal” terhadap keutuhan keluarga. Atau yang lebih ironis lagi, karya perempuan adalah pelarian dari keretakan hubungan keluarga.
Melihat pembacaan perempuan yang masih bias tersebut, tentu sangat disayangkan, jika karya perempuan bahkan hingga dewasa ini tidak dipandang secara utuh. Ruang-ruang perempuan untuk berekspresi adalah wadah untuk membaca perempuan secara positif, melihat perempuan bukan dari “embel-embel” yang membuntutinya, tapi upaya netral dari pembacaan karya perempuan.
Kegiatan seperti Peretas, aku rasa adalah salah satu wadah perempuan untuk lebih bebas berekspresi, lebih jernih dalam pembacaan karya perempuan, serta memberi ruang yang luas untuk perempuan dalam kesempatan lain ke depan.