Peretas, kependekan untuk perempuan lintas batas, bergerak melalui dan menuju politik solidaritas feminis antar perempuan pekerja seni di Indonesia. Peretas meretas definisi stereotipikal dan konstruksi sosial yang hegemonik atas identitas perempuan. Dalam kerja-kerja kolektif Peretas, kami bernavigasi dengan perspektif interseksional untuk mengekspos kejamakan subyektivitas perempuan yang melintasi dan mengganggu batas/pembatasan negara, ras, etnisitas, kelas, seksualitas, agama, dan disabilitas.

Program-program kami bertujuan mendukung terciptanya ruang produktif dan reproduktif bagi perempuan pekerja seni, yang kami tempuh dengan mengorganisir Peretas Berkumpul, penelitian, penerbitan buku, dan diskusi publik. Melalui kegiatan-kegiatan ini, kami ingin berkontribusi dalam perluasan pengertian praktik seni budaya, yang tidak hanya melulu berhubungan dengan produktivitas industri kreatif atau karir individu, tetapi juga transformasi sosial dan distribusi pengetahuan bersama. Praktik pengorganisasian kami melibatkan kerja berbagi pengetahuan, perawatan kolektif, disensus yang demokratis, sensibilitas artistik, dan imajinasi radikal untuk mempertahankan dan memperbanyak ruang aman yang melawan praktik kekuasaan dominan

Peretas didirikan pada 2017 oleh Dhyta Caturani, Felencia Hutabarat, Lisabona Rahman, dan Naomi Srikandi.

Kontak: info@peretas.org

 

Website ini didesain oleh Natasha Tontey bekerja sama dengan web developer ScriptMedia (2019-2020).

Logo Peretas didesain oleh Cadrilla Bareno (2019).

Seluruh konten dalam website ini menggunakan lisensi Creative Commons CC BY-NC Atribusi-Non Komersial.

Creative Commons
×

PERETAS: Perkumpulan yang Bergumul

Neni Munthi Rima Sembiring Brahmana

Neni Munthi Rima Sembiring Brahmana
Pegiat gerakan sosial berperspektif perempuan. Ia terlibat dalam berbagai kampanye isu kesehatan reproduksi seksual untuk meruntuhkan tabu seputar tubuh perempuan dan banyak berperan sebagai tim media. Ia juga aktif dalam Jaringan Perempuan Yogyakarta, yang mengadvokasi kasus-kasus kekerasan berbasis gender. Selain itu ia banyak menulis opini dan kajian budaya yang terkait isu-isu gender kritis. Pada 2019 ia ikut serta dalam program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Seniman Mengajar di wilayah Batu Karang.