Martha Hebi, kelahiran Waingapu, Sumba Timur ini adalah lulusan Sekolah Tinggi Teknik Lingkungan Yogyakarta (saat ini Institute Teknologi Yogyakarta). Ia memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial. Tahun 2002, ia mulai berkarya di Yayasan ATMA Solo, dengan mendampingi kelompok masyarakat di Surakarta dan sekitarnya kemudian pindah ke Sumba untuk mengembangkan pola advokasi bersama masyarakat. Ia juga memperkuat komunitas anak dan orang muda melalui kegiatan mendongeng dan diskusi-diskusi ringan.
Sejak tahun 2005 – 2014, ia bergabung dengan Program ACCESS (Australian Community Development and Civil Society Strenghtening Scheme) yang memiliki fokus pada penguatan warga dan organisasi warga terutama bagi perempuan, orang miskin dan kelompok marginal lainnya. Empat kabupaten di Pulau Sumba merupakan bagian dari wilayah kerja ACCESS. Dalam kurun waktu ini, ia aktif berinteraksi dengan warga terutama perempuan desa, anak dan orang muda. Di sini, ia mulai mengidentifikasi isu-isu penting terkait perempuan, anak dan orang muda.
Pada tahun 2014 hingga 2018 ia berkarya di Program PRISMA (Promoting Rural Income through Support to Markets in Agriculture) sebagai Business Consultant di wilayah Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Di PRISMA, dia berinteraksi dengan petani dan sektor swasta. Ia juga mengidentifikasi isu-isu perempuan dan pertanian.
Perjalanan perjumpaan dengan perempuan biasa dari desa ke desa telah didokumentasikannya dalam buku “Perempuan (Tidak) Biasa di Sumba Era 1965-1998” yang didukung oleh Cipta Media Ekspresi, Ford Foundation dan Wikimedia. Kecintaannya pada seni dan sastra, mendorongnya untuk menyuarakan isu-isu sosial lewat puisi, cerpen, monolog dan beberapa kegiatan seni lainnya. Sejak tahun 2010, bersama Komunitas Hambila, aktif mengkampanyekan kegelisahan sosial melalui kegiatan-kegiatan seni dan sastra.
Saat ini dia aktif di Komunitas Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN), Sumba, sebagai relawan sejak tahun 2006.