Sebelumnya, terimakasih banyak untuk inisiator, tim kerja Peretas, Institut Dodoha Mosintuwu juga Ford Foundation yang merealisasikan program ini dan memberikan kesempatan kepada saya dan 49 pekerja seni dan budaya lainnya dari seluruh daerah di Indonesia untuk berkumpul, berkenalan, berjejaring dan berkawan! Berikut adalah beberapa poin refleksi saya dan semoga catatan ini bisa berguna untuk Peretas!
Ekspektasi
Sejujurnya, lebih banyak kebingungan daripada ekspektasi sebelum mengikuti program ini, mengingat minimnya informasi dan formatnya yang masih asing – lebih-lebih lagi mengingat latar belakang dan fokus kerja saya pada organisasi yang terbiasa dengan struktur dan format yang cukup baku (walaupun pada pelaksanaannya terjadi penyimpangan di sana sini :p). Mungkin berbeda dengan teman-teman yang bekerja di ranah artistik dan konten yang terbiasa dengan eksperimentasi dan ketidakpastian. Tapi saya tahu pasti, saya akan bertemu dengan 50 orang pekerja seni lintas disiplin dari seluruh Indonesia dan hal ini (sudah lebih dari) cukup menggairahkan saya! ☺
Impresi
Sangat senang dengan adopsi perspektif peserta sebagai manusia seutuhnya, dan bukan hanya sebagai “peserta program” – di mana banyak hal-hal yang memang manusiawi dan sering dianggap remeh diperbolehkan dan menjadi perhatian, misalnya: mendorong para ibu untuk membawa anak sambil mengikuti program.
Gagasan “semua orang adalah sumber pengetahuan” yang mengeliminasi dominasi satu atau beberapa bidang juga bijaksana. Para peserta terpilih juga datang dari ranah dan daerah yang berbeda, dimana pengetahuan yang satu memperkaya lainnya.
Bermanfaat
Kesempatan untuk berjejaring, pengetahuan, dan potensi kolaborasi dengan para peserta lain, terutama yang di luar ranah seni kontemporer, dalam suasana yang rileks dan intim.
Berjalan sangat baik
Pemilihan tempat di Dodoha Mosintuwu, Tentena yang tidak familiar untuk kebanyakan orang membuat para peserta (atau setidaknya saya) fokus dan melupakan bagasi dan kerja di daerah asal sejenak
Narasumber lokal dengan kisah-kisahnya yang sangat inspiratif dan reflektif, terutama tentang peran perempuan saat dan paska konflik, kerukunan dan kekompakan para perempuan, dan sekolah perempuan Mosintuwu – khususnya kelas “berbicara dan bernalar” yang sempat disinggung Lian Gogali
Ambiens kehangatan dan kekeluargaan yang dipupuk para tim kerja dan tuan rumah juga suasana rileks membuat para peserta merasa nyaman dan bisa terbuka satu sama lain. Hal ini juga mendorong pertukaran pengetahuan yang produktif
Jejaring (resmi dan tidak resmi). Sesi check-in termasuk salah satu sesi favorit saya (dan mungkin juga para peserta pemalu lainnya) dimana saya bisa leluasa mendengar, bertukar pikiran, dan berkenalan lebih jauh lagi secara intim
Panduan etik – yang dikomunikasikan, dibahas, dan dikonstruksi kembali. Sesi ini juga salah satu sesi favorit saya karena mendorong para peserta untuk berfikir dan mempertanyakan kembali satu gagasan tertentu dan (mungkin) implementasi kerja kolektif yang nyata
Butuh perbaikan
Komunikasi dan informasi mengenai program, terutama sesi berbagi dan organisasi/perencanaan perjalanan, mengingat semua orang mempunyai kapasitas yang berbeda. Klarifikasi ke-50 peserta sebelum perjalanan tentunya akan merepotkan; tapi tentunya bisa meraih hasil yang optimal dan persiapan program juga bisa lebih efektif secara waktu, tenaga, dan biaya. Dokumen seperti Kerangka Acuan dan Panduan Etik akan sangat berguna apabila bisa dikirim satu minggu sebelum perjalanan agar para peserta juga bisa melakukan persiapan.
Pada saat sesi berbagi, terlalu banyak sesi yang berjalan secara paralel menyulitkan saya untuk memilih ☹ Apalagi di hari terakhir juga ternyata hampir tidak ada kegiatan. Beberapa orang juga masih terlalu dominan dalam sesi berbagi, misalnya: satu orang berbagi setiap hari dan (terkadang) lebih dari satu sesi pada harinya. Mungkin bisa dibatasi dari awal, supaya memberi ruang untuk orang yang pemalu.
Kurangnya eksplorasi daerah Tentena sendiri dengan narasi-narasi yang mereka punya
Pertanyaan/Persoalan
Setiap peserta mempunyai perspektif, permasalahan, keterbatasan tapi juga potensi dan kekuatan yang unik. Bagaimana kita menyadari, memetakan, mengartikulasikan, dan mengkonstruksi suatu persoalan? Bagaimana kita bisa berusaha memahami perspektif yang berbeda dan lebih peka dalam menyikapinya? Bagaimana kita bisa solider dan bukan malah bersaing? Bagaimana kita terus mengingatkan diri kita untuk tetap menjadi “manusia”? Bagaimana kita bisa terus saling belajar (dari) dan membantu dengan segala keterbatasan kita? Bagaimana semangat dan pergerakan ini tidak hanya menjadi wacana tapi bisa terus konsisten berkembang dan meretas dengan kapasitas kita masing-masing sebagai perempuan dengan banyak peran?
Pelajaran
Di Poso, khususnya saat konflik, peran perempuan melampaui ranah domestik. Kekuatan dan kontribusi perempuan secara nyata terbukti melampaui stigma dan wacana yang ada. Di tengah tantangan zaman sekarang ini sistem patrilineal yang dominan perlu dipertanyakan relevansinya, mengingat pergeseran peran dan kontribusi perempuan yang semakin signifikan dan nampak baik di ranah domestik maupun lebih luas lagi. Sangat menarik untuk melihat perempuan sebagai pemegang kuasa dan keputusan yang sebenarnya; dan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi mengikuti pertimbangan dan pemikirannya.
Selama program, (mencoba) memahami perbedaan permasalahan, gagasan, perjuangan, sampai keberpihakan dan nilai, hak istimewa yang melekat di masing-masing orang. Begitu banyak pengetahuan yang bisa didapat dari masing-masing orang. Begitu kompleks masalah yang dimiliki oleh semua orang. Begitu berbeda dan pendekatan pemikiran yang dilakukan orang-orang.
Sebelum membantu dan berkontribusi lebih luas, saya percaya semua kembali ke diri sendiri. Banyak-banyak bertanya ke diri sendiri ataupun dengan orang lain; menjauhkan diri dari asumsi dan kata “seharusnya”. Lebih banyak bertukar pikiran baik dengan teman yang sepemahaman atau berbeda. Lebih sering mengecek diri sendiri untuk mencegah titik buta dan melakukan hal-hal yang kontradiktif dari nilai-nilai yang kita percaya. Mengajak teman sepemahaman untuk berkolusi, selalu mengingatkan dan membantu satu sama lain.
Ide
Mengingat efektifitas pertemuan langsung, dalam skala yang berbeda mungkin akan menarik untuk mencoba melakukan pertemuan-pertemuan reguler kecil (seperti arisan? :D) untuk terus konsisten menjaga relasi, membangun jaringan, dan membuka kemungkinan- kemungkinan. Tentunya pertemuan ini dibuat berdasarkan kota, partisipasi sukarela dan kerangka acuan program disesuaikan berdasarkan kebutuhan.
Kembali lagi ke slogan “semua orang adalah sumber pengetahuan”, mungkin beberapa sesi berbagi yang relevan dan penting bisa disesuaikan dan direproduksi dalam skala yang lebih besar dan intim.